Indonesia kaya akan beragam suku, budaya dan adat istiadat. Itulah karya penciptaan Tuhan yang menjadikan segala sesuatunya beragam. Termasuk saya dari suku Batak Toba yang memiliki adat istiadat yang kental dan kuat. Batak sangat beragam ada Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Nias, Batak Pakpak Dairi dan Batak Angkola. Masing-masing beragam adatnya, berbeda wilayahnya dan berbeda bahasa satu sama lain.
Rumah Adat Batak Toba namanya Jabu Sopo |
Saya terlahir dari keluarga keturunan Batak Toba. Dalam suku batak terdapat Family (Marga bagi laki-laki dan Boru bagi perempuan) yang diturunkan kepada keturunannya adalah marga dari pihak bapak. Karena bagi suku batak laki-laki yang memiliki peran sangat kuat dan penting dalam garis keturunan. Nama family saya adalah samosir sehingga saya bernama Sartika Samosir (boru). Bapak saya Marga Samosir dari keturunan Raja Danau Toba Pulau Samosir dan Mamak saya Boru Tampubolon keturunan dari Tuan Sihubil.
Terlahir menjadi anak keturunan batak pasti sudah tercatat dalam adat istiadat sedari bayi sampai meninggal nantinya. Adat batak sangat beragam dan sangat berbeda posesinya. Dari bayi saya sudah tercatat dalam silsilah keluarga bapak yaitu Samosir. Saya masih harus belajar banyak tentang adat istiadat karena itu sangat penting dikemudian hari. Saya menikah dengan seorang laki-laki anak raja marga Manurung. Ibarat kata kalau di suku batak perempuan yang menikah dibeli dengan mahar tinggi maka akan semakin tinggi derajatnya. bagi yang mampu dan sesuai kesepakan kedua belah pihak.
Falsafah Dalihan Na Tolu |
Falsafah dalam adat batak toba
Falasafah adat Batak Toba dikenal dengan Dalihan Na Tolu artinya 3 adat yang harus dipahami seorang keturunan batak. Dalihan Na Tolu ini sebagai modal keturunan batak ketika akan merantau jauh dari bona pasogit. Seperti saya dan suami harus menjalankan falsafah adat Batak Toba ini dimanapun kami berada.
1. Somba Marhula-hula
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
2. Manat Mardongan Tubu
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
3. Elek Marboru
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai ‘parhobas’ atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Adat Istiadat Batak Toba yang harus dilaksanakan
Pertama, khusus anak pertama semenjak bayi dalam kandungan tujuh bulanan sudah dibuatkan adat posesi bataknya. Supaya Ibu dan Anak sehat selalu sampai proses persalinan. Si anak lahir supaya membawa rejeki, kebahagiaan dan berkat bagi keluarga.
Kedua, kelahiran anak pasti diadakan adat batak namanya "Makkaroani". Nah, pada saat posesi ini si anak disahkan namanya dan diperkenalkan kepada seluruh keluarga dan kerabat. Karena bagi adat batak anak pertama adalah pembawa nama keluarga. Dalam proses semua adat batak nama anak pertama yang selalu disebut. Maka anak pertama sangat dinanti-nantikan keluarga batak.
Posesi Adat Kelahiran Anak |
Ketiga, Pernikahan sangat panjang posesi adatnya. Pernikahan adalah merupakan suatu peristiwa besar, mengundang hulahula, boru, dongan tubu serta dongan sahuta sebagai saksi pelaksanan adat yang berlaku. Dalam adat Batak Toba pernikahan haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, yaitu Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Pernikahan Batak Toba sangat kuat sehingga tidak mudah untuk bercerai karena dalam pernikahan tersebut banyak orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab di dalamnya. Adapun posesi adat nikah batak adalah.
1. Mangaririt (Dicarikan jodoh)
Mangaririt adalah ajuk-mengajuk hati atau memilih gadis yang akan dijadikan menjadi calon istrinya sesuai dengan kriterianya sendiri dan kriteria keluarga. Acara mangaririt ini dilakukan kalau calon pengantin laki-lakinya adalah anak rantau yang tidak sempat mencari pasangan hidupnya sendiri, sehingga sewaktu laki-laki tersebut pulang kampung, maka orang tua dan keluarga lainya mencari perempuan yang cocok dengannya untuk dijadikan istri, tetapi perempuan yang dicarikan tersebut harus sesuai dengan kriteria silaki-laki dan kriteria keluarganya.
2. Mangalehon Tanda (Memberikan tanda)
Mangalehon tanda artinya memberikan tanda yang apabila laki-laki sudah menemukan perempuan sebagai calon istrinya, maka keduanya kemudian saling memberikan tanda. Laki-laki biasanya memberikan uang kepada perempuan sedangkan perempuan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki, setelah itu maka laki-laki dan perempuan itu sudah terlibat satu sama lain. Laki-laki kemudian memberitahukan hal itu kepada orang tuanya, orang tua laki-laki akan menyuruh prantara atau domu-domu yang sudah mengikat janji dengan putrinya.
3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip (Berbisik)
Marhusip artinya berbisik pengertian dalam adat ini pembicaran yang bersifat tertutup atau dapat juga disebut perundingan atau pembicaraan antara utusan keluarga calon pengantin laki-laki dengan wakil pihak orang tua calon pengantin perempuan, mengenai jumlah mas kawin yang harus di sediakan oleh pihak laki-laki yang akan diserahkan kepada pihak perempuan. Hasil-hasil pembicaraan marhusip sementara hanya diketahui oleh keluarga inti. Marhusip biasanya diselenggarakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin laki-laki akan menerangkan maksud kedatangan mereka kepada kaum kerabat calon pengantin perempuan.
4. Martumpol (baca : Martuppol)
Martumpol bagi orang Batak Toba dapat disebut juga sebagai acara pertunangan namun secara harafiah martupol adalah acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsunkan perkawinan. Martupol ini dihadiri oleh orang tua kedua calon pengantin dan kaum kerabat mereka beserta para undangan yang biasanya diadakan di dalam gereja.
5. Marhata Sinamot
Marhata sinamot biasanya diadakan selesai membagikan jambar. Marhata sinamot yaitu membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan apa yang di sembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana dilakukan upacara perkawinan tersebut. Mas kawin yang diberikan pihak laki-laki biasanya berupa uang yang jumlah mas kawin tersebut di tentukan lewat terjadinya tawar-menawar.
6. Martonggo Raja
Perkawinan pada masyarakat Batak Toba bukan hanya urusan ayah dan ibu kedua calon pengantin, tetapi merupakan urusan semua keluarga. Karena itu orang tua calon pengantin akan mengumpulkan semua anggota keluarga di rumah mereka masing-masing dan yang hadir dalam upacara ini terutama menyangkut dalihan na tolu yaitu hula-hula, boru, dongan sabutuha, dan dongan sahuta (teman sekampung).
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan) dan Marunjuk
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di Gereja oleh Pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua pengantin telah sah menjadi suami istri menurut gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja selesai, lalu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat Batak dimana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak laki-laki dan perempuan.
Marujuk adalah saat berlangsungnya upacara perkawinan, upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba ada dua macam yaitu alap dan taruhon jual. alap jual adalah suatu upacara adat perkawinan Batak Toba yang tempat upcara perkawinan dilaksanakan di tempat perempuan. Pengantin perempuan dijemput oleh pengantin laki-laki bersama orang tua, kaum kerabat dan para undangan ke rumah orang tuanya. Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos. Selanjutnya dilaksanakan pembagian jambar (jatah) berupa daging dan juga uang yaitu:
A. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak perempuan adalah jambar juhut (daging) dan jambar tuhor ni boru (uang) dibagi sesuai peraturan.
B. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak laki-laki adalah dengke (baca : dekke/ ikan mas arsik) dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta Adat Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
8. Paulak Une
Acara ini dimasukkan sebagai langkah agar kedua belah pihak bebas saling kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang setelah upacara perkawinan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara perkawinan, pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin pergi ke rumah pihak orang tua pihak pengantin perempuan. Kesempatan inilah pihak perempuan mengetahui bahwa anak perempuanya betah tinggal di rumah mertuanya.
9. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani hidup berumah tangga (kalau laki-laki tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian. Biasanya kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.
9. Maningkir Tangga
Upacara ini pihak perempuan pergi mengunjungi pengantin dirumah pihak laki-laki, dimana mereka makan bersama melakukann pembagian jambar. Pada hakekatnya maningkir tangga ini dimaksudkan agar pihak perempuan secara langsung melihat dari keadaan putrinya dan suaminya karena bagaimanapun mereka telah terikat oleh hubungan kekeluargaan dan sekaligus memberi nasehat dan bimbingan kepada pengantin dalam membina rumah tangga.
Keempat, Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang.
Kelima, Kematian dalam tradisi Batak, orang yang meninggal akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status yang meninggal. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate bulung), dan meninggal saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki Mamak) yang meninggal .
Posesi Adat Upacara Kematian |
Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang meninggal :
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan / mate punu),
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar),
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon),
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).
Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena meninggal saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua bulung (meninggal ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).
Keenam, Mangapuli Kegiatan dalam adat batak adalah memberikan penghiburan kepada keluarga yang sedang berduka cita. Hanya saja Mangapuli tidak dilakukan secara asal-asal, semua ada prosedurnya dan prosedur ini erat hubunganya dengan adat Batak Toba. Kita dan Pihak Keluarga datang membawa makanan, minuman untuk dimakan bersama-sama di rumah duka. Keluarga yang berduka sama sekali tidak direpotkan dengan makanan namun cukup menyediakan piring-piring, dan air putih saja. Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa disebut Mangampu hasuhuton.
Ketujuh, Mangokkal Holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur merupakan tanda menghormati para leluhur. Lewat mangokal holi juga, orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Dan Mangokal holi juga akan mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur. Kuburan dan tugu leluhur yang megah nan indah semakin menandakan kemakmuran ke suksesan keturunan marga tugu tersebut.
Posesi Adat Mangokkal Holi |
Dalam upacara Mangokal holi, tulang-belulang para leluhur dari keturunan marga batak yang mengadakan acara menggali kembali kuburan para leluhur mereka yang dulunya dikuburkan secara terpisah. Setelah tulang-belulang para leluhur sudah dikumpulkan dan dicuci bersih maka kemudian tulang-belulang para leluhur ini akan dimasukkan kedalam kotak atau peti dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan yang telah dibangun. Di Tugu peringatan inilah tulang-belulang para leluhur telah disatukan. Adapun prosesi dari menggali tulang-belulang hingga di kuburkan kembali dalam Tugu memakan waktu berhari-hari dan butuh dana yang besar dan posesi adat Batak Toba yang lengkap.
Sangat panjang dan rumit sekali adat Batak Toba. Selain rumit, pasti sangat membutuhkan energi, materi dan effort yang besar. Beginilah adat saya Batak Toba dari jaman dahulu kala bergulir sampai sekarang. Dengan kelangsungan adat istiadat Batak Toba mempererat tali persaudaraan dan memperkuat kekeluargaan serta saling mengenal kerabat dekat maupun jauh.
Karena begitu banyaknya kerabat Batak Toba maka dibuatlah silsilah keturuan dari jaman nenek moyang sampai generasi saat ini. Dan harus perlu dipelajari tentang silsilah marga dan adat istiadat. Supaya saat merantau di negeri orang dan ketemu dengan keturunan Batak Toba sudah tahu silsilah dan keturunannya. Saya Sartika L Samosir keturunan dari Raja Samosir, Samosir Sidari yaitu Samosir Si Raja Sonang.
Silsilah keturunan Raja Samosir |
5 komentar:
saya save atau bookmark dulu untuk dibaca berkali kali karena isinya sangat berguna sekali untuk dijadikan bahan kajian atau sekedar riset untuk artikel budaya di blog saya.
saya mau tanya gini:
Kalau kedua orang tua saya orang jawa dan merantau di medan dan tinggal lama disana hingga anak pertamanya lahir di medan hingga dewasa itu. Pertanyaanya anaknya itu bisa disebut keturunan batak ngga? karena banyak berinteraksi dengan banyak orang batak.
Terima kasih bunda atas jawabannya ya
Waahhhh, banyak banget mba acara adatnya, temen saya juga ada yang Batak, marga nya Siagian dan suaminya Limbong.
Dia juga bilang sih di Batak banyak acara adatnya :)
iya kak..gue semanggat banget kak. kalau soal budaya ..
Engga bisa.
Keturunan batak itu klau ayahnya suku batak .
Klau Jawa ya tetap Jawa baik dia tnggal lama di medan .
Jdi mengikut garis keturunan ayah .
Salam kenal ito.... seneng baca blog mu
btw izin promo ya ito, klo ada rencana travelling ke Ambon trus cari Rental Mobil Di Ambon hubungi aku yah....
mauliate ya ito.... horas
Posting Komentar