Hidup sehat adalah impian semua orang. Tidak ada yang menginginkan sakit atau mengalami gangguan pada kesehatan. Tapi semisalnya terjadi sesuatu pada diri kita sakit, terjadi musibah atau kecelakaan. Tentu kita membutuhkan solusi biaya pengobatan yang terjangkau.
Mengingat biaya berobat dijaman sekarang ini tidaklah murah. Butuh rogohan kantong dalam untuk biaya berobat. Belum lagi fasilitas pengobatan sesuai dengan kebutuhan. Ya, pemerintah memang sudah membenahi sistem pengobatan di negara kita ini.
Penyesuaian Tarif Premi Asuransi Kesehatan BPJS, Pemerintah Tidak Memberatkan Masyarakat |
Sistem kesehatan mulai dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) maupun asuransi kesehatan swasta lainnya. Tapi sebagai warga negara kita harus wajib memiliki BPJS Kesehatan untuk mengcover semua masalah biaya rumah sakit.
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
Layaknya seperti asuransi biasa ada yang namanya pemegang polis dan anggran preminya. Anggaran preminya pun beragam sesuai dengan kebutuhan yang dibayarkan setiap bulan. Dan sekarang ini ada issue akan kenaikan premi BPJS Kesehatan. Tentu banyak masyarakat meresahkan akan kenaikan premi.
Forum Merdeka Barat 9 (FMB) Penyesuaian Tarif Iuran BPJS |
Untuk mengupas lebih jauh tentang urgensi kenaikan premi asuransi kesehatan milik negeri ini, diskusi media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Tarif Iuran BPJS” diselenggarakan (7/10/2019) tempo hari di Ruang Serbaguna Roeslan Abdulgani, Gedung Kemenkominfo, Jakarta Pusat.
Hadir sebagai narasumber utama dalam diskusi itu adakah Wamenkeu RI Mardiasmo, Kepala BPJS Fachmi Idris, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani, dan Pengamat Kesehatan Budi Hidayat.
Hingga tahun ke-5 penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sejumlah manfaat sudah dirasakan ratusan juta masyarakat peserta. Manfaat itu, antara lain, yang paling terasa adalah pada pengobatan yang biayanya mahal dan atau yang bersifat seumur hidup seperti cuci darah, pengobatan kanker, talasemia, hemofilia, jantung, dan sebagainya. Selain itu, program ini juga mensejahterakan dengan meningkatkan pendapatan dan produktfitas masyarakat.
Maanfaat besar JKN nyata dan dirasakan, namun harus diakui juga pelayanan kesehatan yang diamanatkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ini juga masih menghadapi sejumlah tantangan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menegaskan bahwa "Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dengan baik. "Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir. Agar JKN terus berjalan dengan baik. ada dua pilihan utama yang harus dilakukan. Sementara, masalah iuran adalah pilihan ketiga. "Hal itu yang selalu kita tekankan ke BPJS Kesehatan".
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menegaskan bahwa "Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dengan baik. "Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir. Agar JKN terus berjalan dengan baik. ada dua pilihan utama yang harus dilakukan. Sementara, masalah iuran adalah pilihan ketiga. "Hal itu yang selalu kita tekankan ke BPJS Kesehatan".
Selain Wamenkeu, hadir juga dalam kesempatan itu, Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani, Direktur Utama BPJS Fachmi Idris, dan pengamat masalah kesehatan Budi Hidayat.
Fachmi Idris selaku Direktur Utama BPJS mengatakan bahwa "Ada dua pilihan utama untuk memperbaiki sistem kesehatan pertama, perbaikan sistem dan manajemen JKN. Kedua, manajemen pengeluaran dalam pelayanan. "Dua hal itu, yang utama yang harus diperhatikan dan perlu diperbaiki. Peserta harus valid, dan mereka benar-benar membayar iuran. Dalam hal pelayanan juga harus tepat, jangan ada fraud."
Fachmi Idris selaku Direktur Utama BPJS mengatakan bahwa "Ada dua pilihan utama untuk memperbaiki sistem kesehatan pertama, perbaikan sistem dan manajemen JKN. Kedua, manajemen pengeluaran dalam pelayanan. "Dua hal itu, yang utama yang harus diperhatikan dan perlu diperbaiki. Peserta harus valid, dan mereka benar-benar membayar iuran. Dalam hal pelayanan juga harus tepat, jangan ada fraud."
Tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan, pertama adalah struktur iuran masih underpriced atau di bawah angka hitungan yang sesungguhnya diperlukan untuk mengcover biaya kesehatan. Kedua, banyak peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yaitu orang yang membayar mandiri atau dari sektor informal yang baru mendaftar pada saat sakit (kondisi adverse selection) lalu setelah mendapat layanan kesehatan berhenti membayar iuran.
Lalu ketiga, rendahnya tingkat keaktifan peserta PBPU yaitu hanya sekitar 54%, sementara tingkat utilisasi (penggunaan asuransi) sangat tinggi. Dan keempat ialah beban pembiayaan katastropik yang sangat besar yaitu lebih dari 20% dari total biaya manfaat.
Mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana melakukan langkah-langkah strategis guna memperbaiki keberlanjutan program JKN. Selain melakukan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN), yakni pertama, dengan perbaikan sistem dan manajemen JKN. Kedua, memperkuat peranan Pemda. Dan ketiga, menyesuaikan iuran peserta JKN.
Besaran iuran BPJS Kesehatan tersebut diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial (DJSN) yang mendapat masukan hitungan dari aktuaria dan tim teknis terkait yaitu Rp42.000 untuk kelas III, Rp75.000 kelas II, dan Rp120.000 untuk kelas I.
Data yang dihimpun DJSN menunjukkan PPU (Pekerja Penerima Upah) kelas I, angkanya sudah mencapai Rp109.000 hampir Rp110.000, kelas II Rp66.000. Sementara PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) kelas I mencapai Rp262.000 karena ada adverse selection untuk perawatan atau penyembuhan penyakit-penyakit yang agak mahal. Demikian pula PBPU yang kelas I Rp262 (ribu), Rp253 (ribu) sampai Rp287 (ribu). Jika diaggregatkan, ini akan bertambah terus sehingga memicu defisit.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Rapat Kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI di Ruang Rapat Komisi IX DPR pada Selasa (27/08/2019) mengusulkan penyesuaian iuran BPJS untuk dikenakan lebih tinggi untuk kelas II dan kelas I sebesar Rp110.000 dan Rp160.000 mengingat pemerintah menyediakan universal health coverage pada dasarnya adalah standar kelas III.
"Menurut kami untuk kelas II dan kelas I jumlah iurannya perlu dinaikkan untuk memberikan sinyal bahwa sebetulnya, yang ingin diberikan oleh pemerintah kepada seluruh universal health coverage adalah standar kelas III, sehingga kalau mau naik kelas, memang ada konsekuensinya. Kami mengusulkan Rp110 (ribu) untuk kelas II dan Rp160 (ribu) untuk kelas I, dan ini kita akan mulainya 1 Januari 2020. Dari evaluasi kami, Rp42.000 untuk kelas III dan PBI (Penerima Bantuan Iuran) itu bisa diadopsi. Namun untuk yang PBI bisa dimulai kenaikannya bulan Agustus ini. Sedangkan untuk masyarakat di luar yang ditanggung pemerintah kita mulainya Januari untuk sosialisasi dan lain-lain," pungkasnya.
|
Meski ada penyesuaian tarif, pemerintah melalui Kementerian Keuangan, memastikan bahwa masyarakat tak mampu tidak akan terbebani dengan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Iuran BPJS untuk 134 juta jiwa penduduk tidak mampu dibayarkan oleh APBN dan APBD. Kenaikan iuran ini tidak akan mempengaruhi penduduk tidak mampu. Saat ini sebanyak 96,6 juta penduduk tidak mampu iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat (APBN). Sementara itu 37,3 juta jiwa lainnya iurannya dibayarkan oleh Pemda (APBD).
Langkah lain untuk pengelolaan JKN kedepan adalah meningkatkan sinergitas antar lembaga seperti BPJS Kesehatan BPJS Tenaga Kerja, Jasa Raharja, Asabri dan lain-lain. Termasuk juga sinergitas dengan Pemda.
Nah, melalui FMB9 ini memberikan secercah harapan pada masyarakat untuk tidak khawatir akan kenaikan premi BPJS Kesehatan. Bahwa premi yang dibayarkan oleh rakyat biasa tidak mengalami kenaikan.
#PenyesuaianIuranBPJS
Nah, melalui FMB9 ini memberikan secercah harapan pada masyarakat untuk tidak khawatir akan kenaikan premi BPJS Kesehatan. Bahwa premi yang dibayarkan oleh rakyat biasa tidak mengalami kenaikan.
#PenyesuaianIuranBPJS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar