Penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lainnya masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Salah satu hambatan terbesarnya, meskipun penderita kusta telah dinyatakan sembuh, dianggap telah menyelesaikan segala rangkaian pengobatan atau dapat dikatakan RFT (Release From Treatment) namun status atau predikat penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup. Hal tersebut yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada orang yang pernah mengalami kusta.
Mari Mendukung Kemerdekaan Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK Dalam Pemenuhan Hak hidup |
Selain mengalami gangguan kesehatan, orang yang pernah mengalami kusta juga akan mengalami gangguan dalam hidupnya seperti gangguan kesejahteraan psikologis, gangguan hubungan sosial dan masalah dengan lingkungan sekitar, sehingga sulit untuk kembali ke masyarakat. Tidak jarang ditemukan kesulitan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat itu sendiri, hal ini menandakan sulitnya kebebasan dan kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK dalam pemenuhan hak hidup, lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka.
Bertepatan dengan bulan kemerdekaan Indonesia, bagaimana OYPMK memaknai kemerdekaan dan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada dirinya? Apa peran serta masyarakat dan orang-orang terdekat dalam upaya mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK?
Sungguh kesempatan luar biasa bisa menyaksikan talkshow "Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?". Kalau bukan kita yang mendukung, membantu dan mendengarkan keluhan penderita OYPMK, ya siapa lagi?. Talkshow ini merupakan rangkaian projek KBR dan NLR yang akan memberikan pemahaman tentang kemerdekaan hidup penderita penyakit kusta. Akan hadir narasumber yang luar biasa Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute dan Marsinah Dhedhe seorang pelaku OYPMK/aktivis wanita dan difabel. Temanya selaras sekali dengan hari kemerdekaan, dan semoga menjadi inspirasi bagi kita semua, dalam menyikapi OYPMK di sekitar.
Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute mengatakan bahwa "Mimi Institute ini terlahir pada tahun 2009 sebuah lembaga fokus pada main streaming disability breathel live yang berguna untuk masyrakat berinteraksi teman-teman penyandang disabilitas lainnya. Sehingga masyarakat bisa berinteraksi pada penyandang disabilitas dengan baik. Kegiatan ada konsultasi, edukasi untuk remaja berkebutuhan khusus dan seminar. Ada juga kegiatan publikasi untuk menginformasikan kepada masyarakat apa itu disabilitas.
Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute seorang penyandang disabilitas kusta |
Para penyandang disabilitas termasuk OYPMK juga terhubung berkonsultasi dengan Mimi Institute. Sesuai dengan kemerdekaan Indonesia baik itu penderita kusta maupun tidak penyandang kusta langsung mengalami shock terapi. Kebayang langsung dengan stigmatisasi tidak ada masa depan. Sehingga banyak pemikiran yang muncul bagi penyandang disabilitas kehilangan hak hidup layak dan normal termasuk merepotkan keluarga.
Sangat disayangkan apabila stigmatisasi itu muncul dari masyarakat walaupun mencoba kuat. Tetapi masyarakat, pemerintah, lembaga, kebijakan dan peraturan perundang-undangan kadang itu tidak berpihak kepada penyandang disabilitas. Sehingga memunculkan over thinking bahkan insecure dan hopeless akan keberlanjutan hidup. Teman-teman penyandang disabilitas memang sudah seharusnya mendapat perhatian khusus. Di momen kemerdekaan ini, semua bisa merdeka. Semua memiliki hak yang sama termasuk teman-teman disabilitas. Karena kurangnya dukungan pemerintah membuat penyandang disabilitas merasa tidak merdeka dan terabaikan.
Adapun kebijakan dan perlindungan serta hak-hak penyandang disabilitas belum tersalurkan dengan baik. Adapun faktor penyebab penyandang disabilitas mengalami stress, gangguan kejiwaan yaitu pengetahuan dan informasi yang kurang akan apa itu disabilitas penyandang kusta. Apalagi sampai sekarang penyakit kusta ini masih dikenal dengan penyakit kutukan dan keturunan. Dan ternyata informasi itu salah dan keliru memunculkan ejekan takut menularkan kepada orang lain.
Dengan adanya dukungan dari semua pihak, termasuk tersedia sarana prasarana yang memadai, tentu akan memberikan semangat positif untuk teman-teman disabilitas. Marsinah Dhedhe seorang pelaku OYPMK/aktivis wanita dan difabel mengatakan bahwa pernah mengalami permasalahan psikologis mengalami penyakit kusta. Banyak yang kaget mengingat Mba Dhedhe ternyata penderita penyakit kusta. Mengalami kusta di usia 8 atau 9 tahun ketika masih duduk dibangku sekolah dasar. Mba Dhedhe mengidentifikasi sendiri melihat perubahan kulit yang menebal. Mendengarkan informasi ini dari radio menyebarkan tanda-tanda penyakit kusta. Dengan niatan sendiri pergi ke puskesmas untuk memastikan apakah betul penyandang disabilitas penyakit kusta. Sehingga dinyatakan benar menderita penyakit kusta.
Marsinah Dhedhe seorang pelaku OYPMK/aktivis wanita dan difabel |
Baru dianggap memiliki gejala kusta saja, orang-orang sudah judge dan antipati. Dan memilih menjauh. Padahal penularan kusta tidak mudah yakan. Penularan kusta memang tidak mudah permasalahan yang dihadapi di Indonesia masih banyak mitos itu yang susah sebenarnya. Mbak Dhedhe ceritanya inspiratif, bisa mendeteksi kusta karena mendengar informasi dari radio. Semoga acara hari ini bisa menginspirasi dan memberi kekuatan OYPMK.
Penyakit infeksi kronis namun dapat disembuhkan, terutama menyebabkan lesi kulit dan kerusakan saraf. Kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Kondisi ini terutama memengaruhi kulit, mata hidung dan saraf perifer.
Gejalanya termasuk bercak-bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai dengan berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki. Kusta dapat disembuhkan dengan terapi sejumlah obat selama 6-12 bulan. Penanganan dini akan menghindarkan dari kecacatan.
Penanganan penderita penyakit kusta dapat ditangani oleh tenaga medis profesional, menular melalui percikan di udara, pernapasan (batuk atau bersin), membutuhkan diagnosis medis, sering kali memerlukan uji atau pencitraan laboratorium dan kronis dapat bertahan selama bertahun-tahun atau seumur hidup.
Membutuhkan diagnosis medis untuk mengetahui gejala penyakit kusta yaitu :
1. Bercak-bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai dengan berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki.
2. Terasa nyeri pada sendi-sendi tulang.
3. Terlihat pada kulit kehilangan warna, lepuh, ruam, ulkus atau kemerahan.
4. Pengindraan mulai merasakan sensasi sentuhan berkurang, kesemutan atau kehilangan sensasi suhu.
5. Akan mengalami cedera saraf atau penurunan berat badan.
Penyakit kusta tidak akan menular apabila menuruti dan melakukan pengobatan terdiri dari antibiotik. Kusta dapat disembuhkan dengan terapi sejumlah obat selama 6-12 bulan. Penanganan dini akan menghindarkan dari kecacatan yaitu Steroid mengubah atau mensimulasikan efek hormon, sering digunakan untuk mengurangi inflamasi atau untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan. Antibiotik adalah golongan senyawa antimikroba yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia pada organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Salut untuk Mba Dhedhe, yang bisa menghadapi pengalaman di masa kecilnya, saat menderita kusta, dengan pikiran positif dan bangkit dengan cepat sehingga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat. Karena selama ini sosialisasi di desa-desa itu kurang banget tentang kusta. Jadi, kusta masih dianggap sesuai stigma yang ada di masyarakat.
Semoga acara seperti ini semakin mendapat dukungan di semua media di Indonesia ya agar banyak masyarakat semakin memahami dan mendukung OPYMK. Sehingga penyandang disabilitas semakin semangat menjalani pengobatan dan mendapatkan kemerdekaan bebas menentukan hidup.
Temukan update berita dan informasi menarik lainnya di:
https://kbr.id
https://kbrprime.id
https://instagram.com/kbr.id
https://twitter.com/beritakbr
https://facebook.com/beritaKBR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar